We’re all focused right now on Libya and budget battles at home, but this story from Bangladesh just broke my heart and outraged me — and offers a reminder of the daily human rights struggles of so many women and girls in villages around the world. A 14-year-old Bangladeshi girl, Hena,allegedly was ambushed when she went to an outdoor toilet, gagged, beaten and raped by an older man in her village (who was actually her cousin). They were caught by wife of the alleged rapist, and the wife then beat Hena up. An imam at a local mosque issued a fatwa saying that Hena was guilty of adultery and must be punished, and a village makeshift court sentenced Hena to 100 lashes in a public whipping.
Her last words were protestations of innocence. An excellent CNN blog post, based on interviews with family members, says that the parents “had no choice but to mind the imam’s order. They watched as the whip broke the skin of their youngest child and she fell unconscious to the ground.”
Hena collapsed after 70 lashes and was taken to the hospital. She died a week later, by some accounts because of internal bleeding and a general loss of blood. The doctors recorded her death as a suicide. (Women and girls who are raped are typically expected to commit suicide, to spare everyone the embarrassment of an honor crime.) I’ve covered enough of these kinds of stories to know that it’s difficult to know exactly what happened unless you’re on the scene talking to everyone who was there; maybe the imam has a different version of events. But all accounts that I’ve seen such that this was a brutal attack on a helpless girl in the name of sharia and justice.
Fortunately, Bangladesh has a robust civil society, which has reacted with outrage to the case. A court ordered the body exhumed after word leaked out, and an examination revealed severe injuries. Lawsuits are now underway against the doctors who had called her death a suicide, and several people have been rounded up — including the alleged rapist. The Bangladesh press is on the case. But Hena’s family is under police protection because of concern that other villagers will take revenge at them for getting the imam and others in trouble.
Let’s hope that the public reaction and punishments are so strong that the word goes out to all of Bangladesh’s villages that such misogynist fatwas are not only immoral but also illegal. And that the crime lies not in being raped, but in raping.
Dear all,
Alhamdulillah, hari ini hari ke-4 setelah bencana gempa dan tsunami menimpa Jepang. Kami yg berdomisili di daerah Kansai (Osaka, Kobe, Kyoto, dsk) dalam keadaan sehat wal afiat. Semoga seterusnya demikian. Walaupun beberapa gempa susulan masih dapat dirasakan di daerah yg lokasinya dekat dengan episentrum gempa. Gempa terakhir dilaporkan terjadi pagi ini di Ibaraki-ken (sebelah Tokyo) berkekuatan 6 SR. Namun, peringatan akan terjadinya tsunami di seluruh daerah pantai timur sudah dicabut resmi oleh pemerintah Jepang sejak malam tadi. Alhamdulillah.
Provinsi Miyagi, terutama kota Sendai, salah satu tempat paling parah yg mengalami tsunami, sudah mulai berbenah. Di kota ini terdapat salah satu universitas papan atas Jepang, yaitu Tohoku university. Banyak mahasiswa Indonesia beserta keluarga mereka tinggal di kota ini. Sampai skrg, mereka selamat masih tinggal di pengungsian: gedung-gedung sekolah, stadium OR, balaikota, dan tempat lain. Rencananya, secara berangsur-angsur, mereka akan dijemput dan direlokasikan ke SRIT (Sekolah Rakyat Indonesia di Tokyo) oleh KBRI untuk mendapatkan perawatan, pelayanan dan pendataan yg lebih memadai....
Sendai masih gelap gulita, dingin luar biasa, dan carut marut penuh dengan sampah akibat tsunami. Mari kita doakan semua korban agar segera terbebas dari ketakutan dan kemalangan. Amin.
Efek gempa dan tsunami yg menimpa Jepang kali ini memang sangat dahsyat. Dampaknya bagi kehidupan bernegara, jauh lebih besar dibanding dengan yg pernah dialami Indonesia dgn gempa-tsunami Aceh lalu. Jika dulu, gempa di Aceh hampir tidak terasa di Jakarta, gempa Jepang kali ini mengubah `ritme` kehidupan Tokyo sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Per hari ini, Tokyo dan kota-kota di sekitarnya dilaporkan akan mengalami pemadaman listrik secara bergilir. Kereta dan subway pun tidak akan beroperasi secara normal untuk menghemat konsumsi listrik. Ini semuanya terpaksa dilakukan karena pasokan listrik berkurang sejak meledaknya reaktor no.1 plt nuklir di Fukushima dan down-nya pendingin reaktor no.2 di plt yang sama.
Penumpang menumpuk di stasiun-stasiun kereta. Hampir semuanya terlambat tiba dikantor/sekolah akibat waktu tempuh yg berlipat menjadi 3 atau 4 kalinya.
Namun demikian, chaos dan kepanikan tidak pernah terlihat di Tokyo, bahkan dalam keadaan darurat seperti ini.
Semua orang tetap tertib, rapi mengantri dan mendahulukan org lain. Mereka berprinsip, itu adalah sumbangsih mereka untuk membuat keadaan tidak bertambah parah. Salut! Kami, pelajar Indonesia yg sedang kuliah di sini merasakan betul kekaguman luar biasa untuk bangsa Jepang.
Triple bencana (gempa, tsunami, ledakan PLTN) yang dialami mereka sekarang tidak membuat mereka hanyut dalam kesedihan atau peratapan nasib. Yang ada justru sikap saling bahu-membahu, tetap dalam sikap tenang dan tegar. Falsafah hidup mereka yang `ganbaru` (berjuang sekuat mungkin) menjadi penguat hati dan generator energi yg paling besar. Televisi Jepang menyiarkan laporan perkembangan bencana non-stop, terus menurus tanpa jeda iklan, semenjak hari Jum`at lalu, di seluruh channelnya.
Namun tidak ada iringan lagu sedih, liputan anak menangis, dan lain-lain yg sering kali kita lihat di liputan bencana ala TV Indonesia. Metode yg bagus sekali untuk tidak mengkondisikan kesedihan yg berkepanjangan. Di lain sisi, yang disiarkan adalah imbauan-imbauan pemerintah ttg hal-hal apa saja yg harus diperbuat untuk kebaikan bersama. Seperti menghemat listrik dgn meminimalisasi penggunaan alat elektronik, meng-unplug kabel, dll. Juga diajarkan cara-cara untuk survive seperti menggunakan air secara hemat, merakit kompor sendiri, dll.
Disiarkan juga nomer-nomer call center yg bisa dihub 24 jam, RS darurat, pemadam kebakaran, dll... Dan yang lebih mengharukan adalah kesungguhan para pemimpin mereka untuk melayani rakyat yg sedang kesusahan!
Perdana menteri Naoto Kan selalu muncul di tv menggunakan baju lapangan seperti para pekerja. Semua mentri pun demikian. Dilaporkannya apa yg sudah ditempuh sampai hari ini, apa saja yg berhasil ditanggulangi, apa rencana ke depan, berapa jumlah korban teridentifikasi dll. Wajahnya tampak jelas kelelahan. Tapi suara dan isi pidatonya selalu mengugah semangat rakyat untuk terus berjuang, gambaru bersama-sama.
Aduhai, alangkah bahagianya rakyat Jepang dipimpin orang-orang yg dapat dipercaya! Tabik kami untuk mereka, bangsa Jepang dan para pemimpin mereka yg amanah, setulus-tulusnya. ..
Demikian up date dari Osaka kali ini. Mohon doa dari kawan-kawan semua. Mohon maaf bila ada yg kurang berkenan..